Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama media telekomunikasi dan informatika, memberikan dampak yang signifikan bagi lestari dan berkembangnya nilai-nilai kehidupan dalam suatu masyarakat. Kebudayaan sebagai hasil olah pikir dan olah karsa masyarakat juga mengalami perkembangan yang luar biasa. Proses akulturisasi, asimilasi dan adopsi budaya antar bangsa dan masyarakat; terjadi pada beragam latar sosial dan latar geografis.
Sebagian masyarakat mampu mempertahankan dan melestarikan orisinalitas kebudayaannya,
dengan sedikit modifikasi sebagai jawaban atas tuntutan perubahan jaman. Seperti yang ditunjukkan masyarakat asli atau bangsa India (Asia), Suku Indian di Amerika, Suku Aborigin di Australia, Suku Bushman di Gurun Kalahari, Afrika, dan banyak lainnya. Di negara Indonesia ada beberapa komunitas atau masyarakat yang memiliki brand image kebudayaan yang diakui dunia sebagai kekayaan Nusantara (heritage). Tradisi Penguburan Jenasah Suku Toraja di Tana Toraja, Sulawesi, Tradisi Kasada Suku Tengger di Gunung Bromo, Jawa Timur, Suku Buru di Sumatera, Suku Asmat dan Suku Dani di Papua, Suku Dayak di Kalimantan, dan suku-suku lainnya di pedalaman pelosok Nusantara.
Sebagian lainnya menunjukkan upaya-upaya pelestarian budaya tradisional dengan penyesuaian pada sendi-sendi kehidupan sosialnya. Namun tidak sedikit komunitas masyarakat yang kehilangan identitas budayanya. Hilangnya suatu budaya sebagai khasanah kekayaan Nusantara, seakan berlomba dengan upaya-upaya pelestarian yang digagas-lakoni oleh para pegiat budaya. Banyak even kebudayaan tradisional digelar secara insidental maupun secara reguler, dalam upaya pengenalan sekaligus pelestarian kebudayaan tersebut kepada masyarakat luas. Baik even yang digelar atas prakarsa perseorangan, komunitas tertentu atau lembaga masyarakat, juga oleh pengusaha dan pemerintah.
Acara Bersih Desa atau Ruwatan Desa di kampung-kampung yang secara geografis masih didominasi area persawahan atau perkebunan, adalah salah satu bukti keberhasilan upaya pelestarian budaya yang melibatkan seluruh potensi masyarakat setempat yang digelar secara
berkala. Acara tersebut bahkan menginspirasi kelompok masyarakat lainnya untuk mulai
melakukan upaya-upaya pelestarian kebudayaan; dengan beragam bingkai yang lebih kekinian.
Seiring perjalanan waktu, acara-acara tersebut makin dikenal luas hingga menembus batas wilayah geografis. Bahkan acara-acara tersebut mampu meningkatkan nilai perekonomian masyarakat setempat. Berkembangnya UMKM dan usaha ekonomi kreatif, salah satunya dipicu dan dipacu oleh maraknya gelar acara serupa. Seperti munculnya kembali jajanan atau makanan tradisional yang makin beragam; maraknya kembali even-even lomba permainan tradisional seperti lomba gasing, lomba egrang, lomba gobak sodor, dsb. Di beberapa wilayah, acara tersebut telah menjadi tema kampung bahkan kota tersebut, seperti : Festival Kampung Cempluk di Kecamatan Dau Kabupaten Malang, Jember Fashion Carnival, Festival Banyuwangi, termasuk Malang Flower Festival.
Berangkat dari kepedulian dalam upaya melestarikan sekaligus mengembangkan
kebudayaan tradisional sebagai warisan dan pengayaan khasanah budaya Nusantara, beberapa
pegiat budaya di Kampung Celaket menggagas dan menggelar acara demi acara secara insidental
maupun berkala. Sejarah singkat perkembangan Kampung Celaket dalam upaya melestarikan
dan mengembangkan kebudayaan, akan dipaparkan pada bagian lain proposal ini. Adanya
Lapangan Tretes Selatan yang pada awalnya berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH)
memudahkan para pegiat budaya di Kampung Celaket untuk merealisasikannya, sebagai sarana
untuk menggelar pertunjukan. Geliat aktifitas berkebudayaan masyarakat Kampung Celaket
dirasakan bahkan hingga ke luar Kota Malang. Peran tokoh masyarakat, komunitas peduli senibudaya, pengusaha dan pemerintah sangat berarti dalam lintasan sejarah perkembangannya.
Melihat semangat belajar kebudayaan yang ditunjukkan masyarakat Kampung Celaket, akhirnya
pada tahun 2012 Pemerintah Kota Malang mendanai pembangunan Gedung Sasana Kridha
Budaya (SKB, atau disebut pula sanggar) sebagai wadah dan sarana aktiftas seni dan budaya di
Kelurahan Rampal Celaket.
Sangatlah beralasan jika kemudian Kampung Celaket menggagas diri sebagai Kampung
Sinau Budaya dalam Lomba Kampung Tematik Festival Rancang Malang 2016 yang digelar
Pemerintah Kota Malang bersama Radar Malang (Jaringan Jawa Pos). Bila dicermati proses
pembelajaran kebudayaan yang dilakukan oleh pegiat budaya Kampung Celaket dengan cara
mumbuhkan ketertarikan akan bebunyian perangkat karawitan atau alat musik tradisional
lainnya. Hal ini diterapkan pada kelompok usia muda atau karang taruna. Pengenalan bebunyian
dari perangkat karawitan juga diterapkan pada kelompok usia dini melalui Pos PAUD Ade Irma
Suryani. Anak-anak SD dan SMP warga RW.05 dan RW.06 juga akhirnya tertarik dan berlatih
menabuh gamelan karawitan, setelah sebelumnya orang tuanya dan beberapa remaja berlatih
rutin di Gedung SKB atau sanggar.
Akhirnya lahirlah beberapa komunitas seni budaya di Kampung Celaket, dengan beragam
jenis kesenian antara lain :
1. Band Tressel; kelompok muda-mudi pegiat musik modern;
2. Keroncong Tressel; gabungan kelompok usia muda dan tua pegiat musik keroncong;
3. Sanggar Seni Tressel; komunitas beragam seniman –pada umumnya seni musik;
4. Arema Ker; komunitas muda warga RW.05 penabuh kerawitan
5. Haniti Raras Wirama; komunitas muda warga RW.06 penabuh kerawitan
Sedangkan even pertunjukan yang telah digelar di area Lapangan Tressel dan Sanggar
atau SKB, antara lain :
1. Rampal Celaket Bersyukur (RCB) 1 pada tahun 2010 & RCB 2 2011
2. Kenduri Wulandhari (2012)
3. International Celaket Cross Cultural Festival (ICCCF), hingga sekarang yang ke-5
4. Festival Kampung Celaket (2016)
Harapan kedepannya Rampal Celaket bisa menjadi pusat Sinau Budaya yang akan
menjadi tujuan kunjungan wisata di Malang. Secara otomatis akan bisa mendongkrak
perekonomian masyarakat, khususnya warga di lingkungan Kelurahan Rampal Celaket.
Agar mampu menjadi lokus berdaya tarik bagi wisatawan, dan pengembangan Pariwisata
Kota Malang sekaligus melestari-kembangkan seni budaya lokal ke arah kreatif selaras dan
sesuai kemajuan zaman, serta menumbuhkan potensi ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Kelurahan Rampal Celaket berhikmat merealisasi tujuan tersebut. Upaya pengembangan
kampung Rampal Celaket sebagai kampung wisata dan edukasi kesenian, dengan tema Kampung
Sinau Budaya. Upaya pembenahan Kampung Rampal Celaket menjadi kampung wisata yang
layak jual dengan melakukan beberapa hal:
1. Menata kawasan kampung Rampal Celaket dengan disain yang artistik menarik dan unik
sebagai daerah kunjungan wisata.
2. Merenovasi sanggar seni dan panggung pertunjukan maupun kawasan di sekitar sanggar.
3. Tersedianya Homestay dan tempat parkir yang memadai.
4. Penyelenggaraan pentas seni secara rutin.
5. SDM pelaku seni harus kreatif dan inovatif.
6. Menyelenggarakan festival kesenian baik ditingkat lokal maupun Internasional secara
berkesinambungan.
7. Tersedianya MCK yang sehat dan bersih.
8. Mengangkat potensi wisata lainnya yang ada di Kelurahan Rampal Celaket.
9. Promosi dengan mengikuti event pariwisata di tingkat nasional.
Apabila pembenahan dan penataan kampung Rampal Celaket sudah dilakukan, maka
diharapkan Kelurahan Rampal Celaket bisa mengembangkan potensi berbagai kesenian dan
budaya yang ada menjadi sebuah kampung wisata kesenian sekaligus edukasi dibidang seni bagi
wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke Kota Malang dan bisa
menjadi salah satu paket kunjungan wisata di Kota Malang.
kenapa tidak… bersambung..